DIPANGGIL UNTUK SETIA KEPADA GEREJA KUDUS: Menggali Makna Pembaharuan Kaul Tanggal 16 April

18 May

Willem Bungan, OFM
 
I. DASAR SPIRITUALITAS: Anggaran Dasar yang diteguhkan dengan Bulla
            Setelah melewati masa “eksperimen” yang cukup lama (Sejak 1209/1210), anggaran dasar St. Fransiskus akhirnya mendapat bentuk yang definitif dan diteguhkan dengan bulla (=surat resmi dari Takhta Suci) yang disebut Solet Annuere oleh Paus Honorius III, pada 29 November 1223. Anggaran dasar itu terdiri dari 12 pasal.
            Angaran dasar ini pertama-tama mempunyai nilai rohani yang memberikan dasar-dasar untuk hidup DINA. Dasar-dasar itu antara lain:
1. Hidup menurut semangat Injil. Hal itu dikemukakan dalam kalimat pertama (1:1) dan dalam kalimat terakhir (12:4) bagikan bingkai yang mengapiti seluruh anggaran dasar. Profesi saudara-saudara (dan saudari) merupakan janji untuk menepati Injil suci Tuhan kita Yesus Kristus. Anggaran dasar merupakan pedoman konkret untuk gaya hidup menurut Injil itu.
2.  Dasar kedua untuk hidup dina ialah persatuan dengan Gereja, yang juga dengan jelas ditegaskan dalam pasal pertama dan terakhir AngBul ini. Hidup Saudara Dina, selain harus bertumpuh pada cara hidup injili, harus juga selalu dijalin dalam kehidupan Gereja oleh ketaatan yang setia. Yang diberikan hanya petunjuk umum; maka selalu terbuka kemungkinan untuk menyesuaikan hidup Ordo dengan perkembangan pengenalan kehidupan Gereja, baik yang rohani-batiniah maupun yang lahiriah.
3. Hidup Saudara Dina sebagai hidup injili di dalam Gereja dipadatkan dalam mengikuti kemiskinan dan perendahan diri Tuhan kita Yesus Kristus. Karena itu hidup itu diungkapkan secara otentik dalam kedinaan (minoritas) dan persaudaraan (fraternitas). Hidup itu pada dasarnya haruslah merupakan persaudaraan injili, yang hanya bisa dijamin dan dimungkinkan oleh kemiskinan dan kerendahan. Hidup demikian, untuk para Saudara (Saudari) Dina, merupakan perwujudan Kerajaan Allah (lih 6:4).
 
II. DASAR HISTORIS: Pembaharuan Kaul setiap 16 April
1. Tahun 1206. Ketika Fransiskus muda berusaha mencari kehendak Tuhan tentang masa depannya, ia berangkat ke Roma sebagai peziarah. Ia meninggalkan pada kuburan St. Petrus suatu persembahan yang melimpah dan membiarkan dirinya meminta sedekah dekat pintu masuk basilika dengan memakai pakaian seperti orang miskin yang lain (2Cel 8; LG I,6, KKS 10).
 2. Kunjungan resmi pertama: tgl. 16 April 1209. Fransiskus membawa pengikut-pengikutnya yang pertama ke Roma. Di sana ia bertemu dengan Uskup Asisi Guido, yang membantu dia bisa bertemu dengan Kardinal Yohanes dari San Paolo. Mereka suatu ketika beraudiensi dengan Paus Innosentius III yang menyetujui secara lisan AD Pertama (proto regula), dan memberi mereka tonsura eklesiastik dan memberi mereka izin untuk berkhotbah (1Cel 32-34; KKS 46-5). Para Kardinal juga tertarik dan menghendaki supaya seorang saudara bisa tinggal di istana mereka (1Cel 61).
3. Kunjungan resmi kedua: tahun 1215. Fransiskus menghadiri Konsili Lateran IV yang menghasilkan banyak keputusan terutama berkenaan dengan Sakramen Ekaristi, misalnya: penghormatan terhadap Yesus dalam Sakramen tersebut, kelayakan petugas-petugasnya, kebersihan pakaian dan perabot yang dipakai, dsb. Gema keputusan Konsili itu dapat ditelusuri dalam surat yang dikirim Fransiskus sepulang dari Roma yaitu: Surat kepada seluruh Ordo (SurOr), Surat kepada para Rohaniwan (1.2 SurRoh), Surat kepada para Kustos (1.2 SurKus).
Kesimpulan: Berdasarkan fakta historis di atas, khususnya kunjungan pertama tgl. 16 April 1209, maka Persaudaraan ingin terus-menerus membaharui janji kesetiaan kepada  Gereja Katolik setiap tgl. 16 April.  Selain itu tanggal yang sama dipakai untuk mengenangkan kembali Bernardus dari Quintavalle dan Petrus Catane yang bergabung dengan Bapa Fransiskus sebagai pengikut pertama pada tgl. 16 April 1208 (Baca: Fioretti 2; Kronologi Hidup Fransiskus).

III. RENUNGAN: Menggali makna kesetiaan kepada Gereja

Mencintai  Gereja adalah salah satu karakteristik paling menonjol dalam spiritualitas Fransiskus. Kesetiaan kepada Gereja tentu tidak terlepas dari komitmen kemiskinan dan kerendahan hatinya dengan berpola dan bersumber pada  imannya.

Paul  Sebatier, seorang sejarahwan Protestan yang sangat terkenal, yang menulis sebuah buku tentang kehidupan Santo Fransiskus, berkata: “Originalitas Fransiskus yang paling besar ialah kekatolikannya. Gereja adalah rumah rohaninya. Ia  sadar  sepenuhnya  bahwa kemajuannya dalam kehidupan rohani  hanya dapat dipelihara dalam pangkuan Bunda Gereja Kudus. Ia  insyaf  kemajuan yang dilakukannya tetapi  juga  sadar bahwa Gereja  menantikan  dia pada setiap  belokan jalan untuk membaharui keinginannya, mengisi kekuatannya, menjaga arah perjalanan rohaninya. Ia lebih daripada setiap pembaharu lain pada zamanny., Ia merasa berutang budi terhadap pengaruh Gereja – berutang budi terhadapnya tetapi tidak berarti begitu saja tolerir terhadap kemerosotan aklaknya.”
Baik Gereja maupun Fransiskus  sama-sama  mempunyai peranan dalam revolusi yang dilakukan Fransiskus itu. Prestasi Fransiskus merupakan buah dari  kedua sisi  tersebut. Santo Fransiskus memandang Gereja sebagai pengantin Kristus. Ia mencintai Gereja sebagaimana ia mencintai  Kristus. Gereja, bagi dia, merupakan perluasan atau perwujudan kehadiran Kristus secara nyata dalam dunia. Ia ingin agar KETIGA ORDO  yang didirikannya tetap setia tinggal dalam pangkuan Gereja Katolik yang kudus dan mengambil bagian dalam kehidupan menggereja.

Dalam sebuah legenda kuno tentang Fransiskus, kita menemukan pernyataan Fransiskus seperti ini: “Sejak permulaan pertobatanku, Tuhan sendiri berbicara kepadaku lewat mulut Uskup Asisi untuk menasihatiku dan mendorong saya dalam pengabdian kepada Allah. Ketika saya merenungkan hal itu dan menyadari  martabat kepemimpinan Gereja, saya mau mencintai, menghormati dan menghargai tuanku, tidak hanya para Uskup, malahan juga para Imam yang paling malang di dunia ini”.

Walaupun Fransiskus adalah seorang pembaharu dan inovator, ia tidak pernah menempatkkan dirinya pada posisi berseberangan dengan Gereja. Ia benar-benar menyadari kemerosotan moral dalam Gereja, tetapi ia tetap bersikap rendah hati dan bijaksana, berpegang erat pada iman, cinta dan respeknya terhadap Gereja. Fransiskus sungguh mempunyai sebuah iman yang hidup, yang menjadi dasar loyalitasnya terhadap Gereja. Sementara para reformator yang lain pada zaman itu, meninggalkan Gereja dan bergerak sendiri di luar pangkuan Gereja Katolik. Menurut Fransiskus mustahil ia dapat menyembuhkan penyakit  moral dalam Gereja  dengan cara meninggalkan Gereja itu. Untuk memperbaiki kemerosotan Gereja ia mesti tetap tinggal setia pada Gereja dengan rendah hati. Ia  sadar bahwa  sebuah ranting  yang terpotong dari pokoknya akan mati, begitu juga dengan dirinya akan mati manakala ia melepaskan dirinya dari rahim Gereja Katolik. Kristus yang menawan hatinya, Kristus itu juga yang mengikat dia dalam Gereja-Nya. Keprihatinan Fransiskus yang paling utama ialah tetap tinggal dalam pesekutuan yang hidup dengan Gereja, berpikir, percaya, hidup dan merasakan kebutuhan yang mendesak akan pembaharuan dalam tubuh Gereja. Ia memiliki file pemahaman kekatolikan yang tepat. Itu diucapkannya dalam  Anggararan Dasar  dengan bula, yang berbunyinya: “Agar kita sepenuhnya tunduk dan patuh kepada  Gereja”.  Dengan  berdiri dalam iman Katolik, kita  boleh hidup selalu menurut kemiskinan, kerendahan,  dan menuruti Injil Tuhan kita Yesus Kristus, sebagaimana dengan sungguh-sungguh telah kita janjikan.
 
Dengan demikian, Fransiskus  sungguh-sungguh dapat menjadi pendiri dan pembaharu yang benar bagi Gereja. Ia  membaharui semangat dan kehidupan Gereja.  Itulah yang ia harapkan dari semua penganut cara hidupnya. Kita dipanggil untuk membaharui Gereja dengan tetap setia tinggal di dalamnya. Panggilan kita mempunyai tujuan tertentu untuk kepentingan seluruh Gereja, khususnya Gereja lokal di mana kita hadir. Di sana kita menjadi garam dan terang bagi dunia.
 
IV. PERTANYAAN REFLEKSI DAN TINDAKAN KONKRET

1.  Kehadiran Fransiskus di Roma dikaitkan secara khusus dengan kesetiannya lepada Gereja. Ia selalu ingin menghayati pengembaraan injilnnya dalam rahim Gereja dan dalam persatuan dengan para gembalanya.  
Apa peranan Gereja yang Saudara/Saudari alami dan rasakan dalam hidupmu?
Bagaimana wujud tanggungjawab Saudara/Saudari terhadap Visi dan Misi Gereja, di tingkat:  Keuskupan, Dekenat, Paroki, dan Komunitas  Basis?
2. Fransiskus menggerakan pembaharuan selalu dalam ketaatan pada Hirarki. Kedatangannya ke Roma mengungkapkan ketaatan itu. Ia tidak melakukan sesuatu yang dilarang oleh Pimpinan Gereja.
Apa peranan Hirarki Gereja yang Saudara/Saudari alami dan rasakan dalam hidupmu?
Bagaimana wujud tanggungjawab Saudara/Saudari terhadap Hirarki Gereja: Paus, Uskup dan Pastor Paroki?
3. Kita dipanggil untuk membaharui Gereja dengan tetap setia tinggal di dalamnya. Panggilan kita mempunyai tujuan tertentu untuk kepentingan seluruh Gereja, khususnya Gereja lokal di mana kita hadir. Di sana kita menjadi garam dan terang bagi dunia.
Peranan apakah yang patut kita (Putra-Putri Fransiskus) jalankan sekarang ini dalam konteks Gereja lokal di Keuskupan: Jayapura, Timika, Agats dan Merauke?
Konkret: Apakah di Komunitas/rumahku terdapat foto Paus dan Uskupku?

Akhir kata: Meskipun gagasan  ini mungkin sudah pernah didalami dan barangkali lebih mendalam sesuai pengetahuan dan penghayatan Saudara/i, namun sebagai catatan sejarah kiranya tulisan ini tetap mengispirasi hidup, karya dan panggilan kita sebagai putra/i Fransiskus dari Asisi sekaligus putra/i Gereja Katolik. Dan dalam kasih persaudaran dan kerendahan hati kita juga harus berani berkata: “Sampai saat ini kita belum berbuat apa-apa. Karena itu, mari kita mulai lagi!”  St. Fransiskus, doakanlah kami!
 
 Sumber Inspirasi:
1. Fransiskus Assisi – Karya-karyanya (Leo L. Ladjar OFM)
2. Buku Panduan Ziarah Fransiskan tahun 2009 (Konstantinus Bahang OFM)
3. Fioretti (SEKAFI)
4. Materi Retret Fransiskan senior Kustodi Duta Damai Tanah Papua, tangal 19-25 Oktober 2008 (Hendrikus Seta OFM).

Leave a comment