Tag Archives: komunitas triniter

DIPANGGIL UNTUK HIDUP DALAM KOMUNITAS KASIH

17 Jan

Yonas Purnama OFM

 

Hidup berkomunitas merupakan suatu yang hakiki dalam panggilan hidup kita sebagai religius Komunitas merupakan medan penting bagi penghayatan panggilan hidup bakti. Kita telah mengalami betapa penting peran komunitas bagi panggilan hidup kita, namun kita sadari pula bahwa tidak mudah untuk membangun komunitas yang penuh kasih. Karena itu tema hidup berkomunitas menjadi tema yang tidak bosan-bosannya sering didalami.

 

KOMUNITAS TRINITER

 

Komunitas sebagai corak hidup religius didasarkan pada persekutuan cinta antara Bapa,Putera dan Roh Kudus. Disebut persekutuan cinta karena kehidupan Tritunggal Mahakudus adalah mencintai sebagaimana Allah Bapa mencintai (lYoh. 4:11-12); cinta ini kemudian menjadi prinsip kehidupan baru dalam Kristus, Allah Putera (1Kor 13) yang sudah menjadi mungkin karena kita menerima kuasa Allah Roh Kudus (Kis 1:8). Bapa mencipta karena cinta, putera menebus dalam cinta dan Roh Kudus memelihara persatuan demi cinta Bapa dan putera. Kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah kesatuan agung karena pola interaksi dan relasi antara Bapa, putera dan Roh Kudus adalah cinta yang memberi diri sepenuh-penuhnya.

Persekutuan Trinitaris adalah persekutuan dalam keberagaman, trinitarian bukan unitarian. Ketiga pribadi Allah Tritunggal berada dailm kesetaraan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam satu diri Allah-satu Allah dalam tiga pribadi llahi. Persatuan ini dapat dilihat dalam prolog Injil Yohanes (Firman itu tidak berdiri sendiri, Firman itu bersatu dengan Bapa, Firman itu adalah sang Putera). Demikian pun dalam doa Imam Agung agar semua murid bersatu, seperti Putera bersatu dengan BapaNya (Yoh 17:20-23).

Diinspirasi oleh Komunitas Triniter  yang bersekutu dalam keberagaman, komunitas religius juga memiliki keberagaman baik dari segi keanggotaan maupunkarya pelayanan. Keberagaman ini dapat hidup, bertumbuh dan berkembang dalam satu persekutuan karena dilandasi oleh cinta Allah yang memanggil kaum religius untuk mencintai Allah dan sesama dalam cara hidup bakti, termasuk dalam hidup berkomunitas. Keberagaman dalam hidup komunitas adalah keberagaman yang disatukan oleh kasih Allah. Ia bukanlah keberagaman yang dipaksakan sehingga kekhasan pribadi (individu) menjadi kerdil.

 

KOMUNITAS KASIH

 

Hanya orang yang sungguh menyadari dan mengalami bahwa ia dicintairuhan tanpa syarat dan tanpa batas, total dan radikal, yang dapat mencintai dan mengasihi sesamanya dan dapat hidup dalam kebersamaan penuh kasih dan damai dengan orang lain. Komunitas religius dipanggil Allah menjadi satu persaudaraan Injili.Kebersamaan dan persaudaraan yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda, bertumbuh dalam berbagai pengalaman hidup yang berbeda, namun diharapkan masing-masing anggota bertumbuh dan berkembang dalam kebersamaan dalam ikatan kasih. Dalam hidup bersama di komunitas kita belajar mencintai semakin mendalam, saling memberi dan merendahkan diri sebagaimana diteladankan oleh Yesus sendiri.

Kebersamaan atau persaudaraan yang bertumbuh dan berkembang dalam cinta merupakan tujuan terdalam kita, yakni dalam cinta dari Tuhan, dalam cinta kepada Tuhan, dalam cinta kepada sesama dan cinta akan diri sendiri. Dengan itu kehidupan bersama menjadi tempat kita berbagi melalui berbagai macam anugerah yang kita terima. Kita saling berbagi: kebahagian, waktu, talenta, milik, pengalaman iman, kerasulan, humor, tugas dan tanggung jawab, juga saling menanggung dan mengatasi kelemahan, kegagalan dan keterbatasan. Kita juga perlu belajar untuk menerima dan mencintai perbedaan sebagai suatu kekayaan, saling belajar satu sama lain dan menjadi sarana untuk membangun kekuatan. Sebagaimana satu tubuh terdiri atas berbagai macam anggota yang saling melengkapi dan tak terpisahkan satu sama lain, demikian pula dalam hidup bersama, satu sama lain saling melengkapi dari keanekaragaman yang ada (1Kor 12:12-31).

Komunitas kita ini terbentuk dari berbagai macam pribadi, namun disatukan oleh kasih llahi. Hal ini menuntut dari setiap pribadi kesetiaan dan kreatifitas untuk tetap berada dalam kebersamaan, persaudaraan dan kesatuan, serta rasa tanggung jawab. Setiap orang menyumbang sikap hati yang tulus dalam berbagi hidup, pengertian dan saling membantu. “Semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (Kis 2:44). Setiap anggota hendaknya penuh perhatian terhadap sesama dan pada saat letih menderita, terisolasi, atau kurang mendapat motivasi dari orang lain, dll. Kita berusaha menawarkan dukungan bagi anggota lain, menciptakan suasana kasih dan damai bagi saudara yang sedang mengalami kesusahan karena kesulitan dan cobaan-cobaan yang dialami. Demikian juga kita dengan terbuka mengungkapkan pergumulan, kesulitan, penderitaan, keterpurukan, kelemahan, sakit, keletihan, dll yang kita alami kepada sesama saudara.  “Hendaklah kamu seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,” (1Petr 3:8).

Membangun relasi yang sehat dan harmonis merupakan hal yang penting dalam hidup bersama. Kadang dijumpai pribadi-pribadi yang membangun relasi hanya dengan orang tertentu saja. Relasi seperti ini sering menimbulkan konflik dan luka-luka batin. Relasi yang bercorak eksklusif akan menimbulkan keterpecahan dalam hidup bersama. yang satu akan merasa tersisih, sementara yang lain mendapat tempat istimewa.

Adapun kenyataan lain dalam hidup bersama adalah dua sisi yang bertentangan diri manusia, seperti: kesedihan dan kegembiraan, cinta dan egoisme, kepercayaan dan kecurigaan, penghargaan dan iri hati, kebebasan dan keterikatan, persaudaraan dan individualisme, dll. Seperti halnya gandum yang bertumbuh bersama dengan ilalang (Mat 13:24-30), demikian juga dua sisi yang bertentangan itu akan terus bertumbuh bersama. Dua sisi yang bertentangan itu dapat menimbulkan konflik dan ketumpuhan dalam hidup bersama. Konflik itu misalnya, sikap permusuhan dan balas dendam. Kelumpuhan hidup bersama misalnya, sikap kurang berani mengubah diri sendiri, cenderung menuntut orang lain untuk berubah, melemparkan kesalahan pada orang lain. Jika sikap-sikap ini tidak dihadapi secara bijaksana maka akan membuat pribadi-pribadi tertentu bisa terluka. “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik terhadap kamu masing-masing dan kepada semua orang” (1Tes 5:15, 1Kor 1:10-17; lKor 3:1-8).

Untuk mengatasi pelbagai kerapuhan dalam hidup bersama dibutuhkan sikap pengampunan yang tanpa batas. Sikap ini merupakan salah satu perwujudan dari tindakan kasih kepada sesama. “Bukankah engkau pun harus mengasihi kawanmu, seperti Aku telah mengasihi engkau?” (Mat 18:21-35). Pengampunan yang dikehendaki Yesus adalah pengampunan yang menghidupkan’ Pengampunan yang menghidupkan merupakan pernyataan cinta Allah yang tak bersyarat. Ungkapan cinta yang tak bersyarat ini menjadikan setiap pribadi sebagai diri yang dicintai dan berharga sekalipun berada dalam kelemahan.

 

Semoga kebersamaan kita dapat menjadi pencaran kasih Allah yang nyata, baik antara kita dalam “komunitas’  maupun untuk orang-orang di sekitar kita.